Hujan rintik mulai turun ketika saya baru setengah perjalanan menuju Kampung Jelegong. Kampung ini merupakan salah satu dusun yang masuk administrasi Desa Buana Jaya, Kecamatan Bantargadung, Sukabumi, Jawa barat. Perjalanan dari Kota Sukabumi menuju Buana Jaya yang merupakan ibukota kecamatan memakan jarak hampir 50 km. Dari Buana Jaya hinga ke Jelegong mungkin jaraknya sekitar belasan kilometer, namun saya harus berjalan kaki dari akses jalan raya terakhir hingga masuk ke kampung tersebut sekitar lima kilometer. Sama sekali tidak ada akses masuk ke kampung ini. kalau pun ada, ojek yang bersedia harganya bisa mencapai Rp100 ribu sekali jalan.
Suasana Kampung Jelegong |
Kampung Jelegong menjadi salah satu kawasan yang hingga kini belum teraliri listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dulunya kampung ini merupakan perkebunan karet yang sudah menghentikan operasionalnya sejak tahun 1992. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, saya tiba di kampung ini, tidak banyak warga yang bisa temui sepanjang perjalanan maupun ketika baru pertama kali sampai di kampung tersebut.
Kedatangan saya pun disambut hangat oleh Pak Mulyadi, beliau adalah Ketua Rukun Tangga (RT) setempat yang menjadi penghubung informasi dari dunia luar atau Kota Sukabumi dan sekitarnya bagi masyarakat kampung tersebut.
Bapak lima orang anak ini banyak bercerita tentang keadaan Jelegong dari dulu hingga sekarang. Dulu ketika kampung ini masih merupakan perkebunan karet hampir tidak ada akses jalan menuju kota, satu-satunya yang bisa dilalui hanyalah jalan setapak yang curam dan berbatasan langsung dengan jurang. Ketiadaan akses jalan ini karena masyarakat tidak berani membuka jalan dan menebang pohon karet yang berada disekitarnya.
Kedatangan saya pun disambut hangat oleh Pak Mulyadi, beliau adalah Ketua Rukun Tangga (RT) setempat yang menjadi penghubung informasi dari dunia luar atau Kota Sukabumi dan sekitarnya bagi masyarakat kampung tersebut.
Bapak lima orang anak ini banyak bercerita tentang keadaan Jelegong dari dulu hingga sekarang. Dulu ketika kampung ini masih merupakan perkebunan karet hampir tidak ada akses jalan menuju kota, satu-satunya yang bisa dilalui hanyalah jalan setapak yang curam dan berbatasan langsung dengan jurang. Ketiadaan akses jalan ini karena masyarakat tidak berani membuka jalan dan menebang pohon karet yang berada disekitarnya.
Pak Mulyadi Ketua RT di Kampung Jelegong |
Tahun 1992 ketika perusahaan pengelola kebun karet akan berhenti beroprasi, Pak Mulyadi meminta izin untuk membuka akses jalan agar masyarakat mudah untuk berpergian, Namun meski telah ada akses jalan menuju keluar kampung bukan berarti jalan itu beraspal sebagaimana jalan raya yang sering kita temui. Jalanan yang dibuka hanyalah jalan setapak dan hanya bisa dilalui oleh motor-motor khusus seperti trail dan lainnya. Maka tidak heran jika dikampung ini banyak motor bebek yang rodanya dipasangi rantai dengan maksud menghindari jalanan yang licin.
Hingga kini penduduk dikampung ini berjumlah 28 Kepala Keluarga (KK), menurutnya banyak warga yang memilih pindah dari kampung tersebut karena berbagai alasan mulai dari akses jalan yang tidak memadai, tempat pendidikan yang jauh jaraknya hingga yang paling utama, tidak tersedianya listrik.
Hingga kini penduduk dikampung ini berjumlah 28 Kepala Keluarga (KK), menurutnya banyak warga yang memilih pindah dari kampung tersebut karena berbagai alasan mulai dari akses jalan yang tidak memadai, tempat pendidikan yang jauh jaraknya hingga yang paling utama, tidak tersedianya listrik.
Belum Ada Listrik Sejak Indonesia Merdeka
Masyarakat di Jelegong belum pernah menikmati listrik sejak Indonesia merdeka, begitu ungkapan Mulyadi selaku ketua RT. Sebagai orang yang lahir di dusun tersebut dirinya tentu mengharapkan adanya aliran listrik masuk ke tempatnya. Mulyadi sudah berulang kali mengajukan pemasangan listrik, namun PLN selalu beralasan sangat sulit memasang listrik di kawasan itu. Kesulitan utama adalah kendala akses jalan yang tidak memadai.
Untuk penerangan di malam hari, warga mengandalkan menggunakan lampu minyak yang tentunya sangat kurang efektif, apalagi akhir-akhir ini sulit sekali mendapatkan minyak tanah. Pada tahun 2017 warga sebenarnya mendapat bantuan panel surya dari kominitas atau lembaga-lembaga yang peduli akan permasalahan di kampung ini, panel-panel surya dipasang di atap rumah warga, nantinya dapat menyerap sinar matahari dan merubahnya menjadi tenaga listrik yang bisa digunakan untuk penerangan malam hari. Namun lagi-lagi penerangan ini hanya bertahan jangka pendek, panel surya memiliki keterbatasan daya, apalagi cahaya yang dikeluarkan tergantung dengan sinar matahari yang muncul, jika hari itu mendung maka jangan harap mendapatkan cahaya yang maksimal. Panel surya juga hanya bisa digunakan untuk dua lampu saja, jadi jangan harap bisa menonton televisi di kampung ini.
Masyarakat di Jelegong belum pernah menikmati listrik sejak Indonesia merdeka, begitu ungkapan Mulyadi selaku ketua RT. Sebagai orang yang lahir di dusun tersebut dirinya tentu mengharapkan adanya aliran listrik masuk ke tempatnya. Mulyadi sudah berulang kali mengajukan pemasangan listrik, namun PLN selalu beralasan sangat sulit memasang listrik di kawasan itu. Kesulitan utama adalah kendala akses jalan yang tidak memadai.
Untuk penerangan di malam hari, warga mengandalkan menggunakan lampu minyak yang tentunya sangat kurang efektif, apalagi akhir-akhir ini sulit sekali mendapatkan minyak tanah. Pada tahun 2017 warga sebenarnya mendapat bantuan panel surya dari kominitas atau lembaga-lembaga yang peduli akan permasalahan di kampung ini, panel-panel surya dipasang di atap rumah warga, nantinya dapat menyerap sinar matahari dan merubahnya menjadi tenaga listrik yang bisa digunakan untuk penerangan malam hari. Namun lagi-lagi penerangan ini hanya bertahan jangka pendek, panel surya memiliki keterbatasan daya, apalagi cahaya yang dikeluarkan tergantung dengan sinar matahari yang muncul, jika hari itu mendung maka jangan harap mendapatkan cahaya yang maksimal. Panel surya juga hanya bisa digunakan untuk dua lampu saja, jadi jangan harap bisa menonton televisi di kampung ini.
Panel surya yang jadi sumber penerangan warga di malam hari |
Akhir 2017, asa masyarakat Jelegong untuk dipenuhi haknya sebagai warga negara mulai terwujud. Kegigihan Pak Mulyadi yang tidak lelah memohon pada PLN untuk menyalurkan listrik kedesanya mulai terwujud.
PLN bersedia memasang instalasi listrik ke kampung tersebut, namun dengan syarat meminta warga berpartisipasi untuk pemasangan tiang-tiang listrik, maklum medan yang sangat sulit membuat PLN harus memutar otak jika ingin menerangi kampung Jelegong.
Warga gotong royong untuk memasang tiang listrik |
Warga gotong royong untuk memasang tiang listrik |
Selama tiga bulan berturut-turut Mulyadi bersama warga Jelegong bahu membahu memindahkan tiang listrik ke desa mereka. Saya sendiri kagum dengan semangat gotong royong warga, nampak jelas mereka ikhlas meninggalkan semua pekerjaan mereka yang mayoritas sebagai petani demi usaha menghadirirkan listrik di kampungnya. Bahkan, ada warga yang rela menjual hewan ternaknya demi menghidupi keluarganya karena dirinya tidak bekerja dan memilih ikut serta gotong royong menaikan tiang listrik.
Tiang listrik yang sudah berdiri di Kampung Jelogong |
Kini tiang-tiang listrik tersebut telah terpasang ditempatnya masing-masing. Kabel-kabel pun mulai terbentang dari satu tiang ke tiang yang lain. Jika tidak ada halangan, Insya Allah pada tahun 2018 ini warga Kampung Jelegong akan menikmati listrik. Mereka bisa menonton televisi dan tidak terbatas lagi dengan dunia luar. Anak-anak akan semakin semangat belajar dan pada malam hari dan suara orang mengaji di surau akan berbunyi nyaring.
Bismillah, secepatnya akan ada listrik di KAMPUNG JELEGONG......
Bismillah, secepatnya akan ada listrik di KAMPUNG JELEGONG......