Latest Releases

1/02/2018

Menjaga Asa Listrik di Kampung Jelegong



Hujan rintik mulai turun ketika saya baru setengah perjalanan menuju Kampung Jelegong. Kampung ini merupakan salah satu dusun yang masuk administrasi Desa Buana Jaya, Kecamatan Bantargadung, Sukabumi, Jawa barat. Perjalanan dari Kota Sukabumi menuju Buana Jaya yang merupakan ibukota kecamatan memakan jarak hampir 50 km. Dari Buana Jaya hinga ke Jelegong mungkin jaraknya sekitar belasan kilometer, namun saya harus berjalan kaki dari akses jalan raya terakhir hingga masuk ke kampung tersebut sekitar lima kilometer. Sama sekali tidak ada akses masuk ke kampung ini. kalau pun ada, ojek yang bersedia harganya bisa mencapai Rp100 ribu sekali jalan.

Suasana Kampung Jelegong




Kampung Jelegong menjadi salah satu kawasan yang hingga kini belum teraliri listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dulunya kampung ini merupakan perkebunan karet yang sudah menghentikan operasionalnya sejak tahun 1992. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, saya tiba di kampung ini, tidak banyak warga yang bisa temui sepanjang perjalanan maupun ketika baru pertama kali sampai di kampung tersebut.

Kedatangan saya pun disambut hangat oleh Pak Mulyadi, beliau adalah Ketua Rukun Tangga (RT) setempat yang menjadi penghubung informasi dari dunia luar atau Kota Sukabumi dan sekitarnya bagi masyarakat kampung tersebut.

Bapak lima orang anak ini banyak bercerita tentang keadaan Jelegong dari dulu hingga sekarang. Dulu ketika kampung ini masih merupakan perkebunan karet hampir tidak ada akses jalan menuju kota, satu-satunya yang bisa dilalui hanyalah jalan setapak yang curam dan berbatasan langsung dengan jurang. Ketiadaan akses jalan ini karena masyarakat tidak berani membuka jalan dan menebang pohon karet yang berada disekitarnya.

Pak Mulyadi Ketua RT di Kampung Jelegong

Tahun 1992 ketika perusahaan pengelola kebun karet akan berhenti beroprasi, Pak Mulyadi meminta izin untuk membuka akses jalan agar masyarakat mudah untuk berpergian, Namun meski telah ada akses jalan menuju keluar kampung bukan berarti jalan itu beraspal sebagaimana jalan raya yang sering kita temui. Jalanan yang dibuka hanyalah jalan setapak dan hanya bisa dilalui oleh motor-motor khusus seperti trail dan lainnya. Maka tidak heran jika dikampung ini banyak motor bebek yang rodanya dipasangi rantai dengan maksud menghindari jalanan yang licin.

Hingga kini penduduk dikampung ini berjumlah 28 Kepala Keluarga (KK), menurutnya banyak warga yang memilih pindah dari kampung tersebut karena berbagai alasan mulai dari akses jalan yang tidak memadai, tempat pendidikan yang jauh jaraknya hingga yang paling utama, tidak tersedianya listrik.

Belum Ada Listrik Sejak Indonesia Merdeka

Masyarakat di Jelegong belum pernah menikmati listrik sejak Indonesia merdeka, begitu ungkapan Mulyadi selaku ketua RT. Sebagai orang yang lahir di dusun tersebut dirinya tentu mengharapkan adanya aliran listrik masuk ke tempatnya. Mulyadi sudah berulang kali mengajukan pemasangan listrik, namun PLN selalu beralasan sangat sulit memasang listrik di kawasan itu. Kesulitan utama adalah kendala akses jalan yang tidak memadai.

Untuk penerangan di malam hari, warga mengandalkan menggunakan lampu minyak yang tentunya sangat kurang efektif, apalagi akhir-akhir ini sulit sekali mendapatkan minyak tanah. Pada tahun 2017 warga sebenarnya mendapat bantuan panel surya dari kominitas atau lembaga-lembaga yang peduli akan permasalahan di kampung ini, panel-panel surya dipasang di atap rumah warga, nantinya dapat menyerap sinar matahari dan merubahnya menjadi tenaga listrik yang bisa digunakan untuk penerangan malam hari. Namun lagi-lagi penerangan ini hanya bertahan jangka pendek, panel surya memiliki keterbatasan daya, apalagi cahaya yang dikeluarkan tergantung dengan sinar matahari yang muncul, jika hari itu mendung maka jangan harap mendapatkan cahaya yang maksimal. Panel surya juga hanya bisa digunakan untuk dua lampu saja, jadi jangan harap bisa menonton televisi di kampung ini.
Panel surya yang jadi sumber penerangan warga di malam hari

Akhir 2017, asa masyarakat Jelegong untuk dipenuhi haknya sebagai warga negara mulai terwujud. Kegigihan Pak Mulyadi  yang tidak lelah memohon pada PLN untuk menyalurkan listrik kedesanya mulai terwujud.

PLN bersedia memasang instalasi listrik ke kampung tersebut, namun dengan syarat meminta warga berpartisipasi untuk pemasangan tiang-tiang listrik, maklum medan yang sangat sulit membuat PLN harus memutar otak jika ingin menerangi kampung Jelegong.

Warga gotong royong untuk memasang tiang listrik

Warga gotong royong untuk memasang tiang listrik

Selama tiga bulan berturut-turut Mulyadi bersama warga Jelegong bahu membahu memindahkan tiang listrik ke desa mereka. Saya sendiri kagum dengan semangat gotong royong warga, nampak jelas mereka ikhlas meninggalkan semua pekerjaan mereka yang mayoritas sebagai petani demi usaha menghadirirkan listrik di kampungnya. Bahkan, ada warga yang rela menjual hewan ternaknya demi menghidupi keluarganya karena dirinya tidak bekerja dan memilih ikut serta gotong royong menaikan tiang listrik.

Tiang listrik yang sudah berdiri di Kampung Jelogong
Kini tiang-tiang listrik tersebut telah terpasang ditempatnya masing-masing. Kabel-kabel pun mulai terbentang dari satu tiang ke tiang yang lain. Jika tidak ada halangan, Insya Allah pada tahun 2018 ini warga Kampung Jelegong akan menikmati listrik. Mereka bisa menonton televisi dan tidak terbatas lagi dengan dunia luar. Anak-anak akan semakin semangat belajar dan pada malam hari dan suara orang mengaji di surau akan berbunyi nyaring.

Bismillah, secepatnya akan ada listrik di KAMPUNG JELEGONG......






Read »

9/02/2016

Cafe Kolong, Tempat Nongkrong Anak Muda Jember


Tidak banyak lokasi yang bisa saya kunjungi di Kota Jember, tapi setidaknya beberapa muda-mudi kerap terlihat berkumpul di beberapa titik sudut kota ini, salah satunya Cafe Kolong.

Waktu menunjukan pukul 23.00 wib, saya dan rekan-rekan baru saja menyelesaikan pekerjaan dan akhirnya bisa menikmati hidangan makan malam walau hanya di warung pecel pinggiran jalan. Hari yang melelahkan tentunya, namun hal ini tidak menyurutkan niat kami untuk melihat salah satu kota yang berada di ujung timur Provinsi Jawa Timur tersebut.

Salah satu sudut Cafe Kolong
Meja dan kursi ini tepat berada di bawah kolong jembatan

Praktis tidak begitu banyak tempat yang bisa di datangi, apalagi ketika tengah malam. Suasana sepi kota kabupaten sangat terasa. Hanya ada sedikit keramaian dibeberapa tempat, Salah satunya Cafe Kolong. Cafe ini berada di Jalan Mastrip Sumbersari, Jember.  Sesuai namanya Cafe Kolong, tempat ini tepat berada di bawah Jembatan Sungai Bedadung.

Beberapa ruangan cafe ini memanfaatkan atap jembatan yang disertai dengan dekorasi minimalis remang-remang ala cafe-cafe lainya. Namun,disalah satu sudutnya dimanfaatkan juga sebagai area live music. Suasana yang cukup menyenangkan dan bisa membuat pengunjung betah berlama-lama.

Kasir cafe Kolong
Ruang live musik yang pas banget di kolong jembatan
Cafe ini bisa menampung 100an pengunjung

Kapasitas Cafe ini mungkin bisa menampung sekitar 100 orang. Jelang malam minggu pastilah muda-mudi Jember memilih tempat ini sebagai tempat menghabiskan malam minggu mereka. Selain karena tempatnya yang nyaman, ternyata harga minuman maupun makanan masih relatif murah dibandingkan cafe-cafe yang ada di kota-kota besar.

Cafe ini menjadi salah satu destinasi kunjungan di Jember, bukan hanya untuk warga lokal tapi juga untuk wisatawan. Jadi untuk anda yang mungkin akan menuju Jember tidak ada salahnya untuk mampir ke tempat ini. Selamat Berlibur !!!
Read »

8/24/2016

Ku Rindu Dokter Gigi


Sudah tiga hari ini gigi terasa cenat-cenut, cukup mengganggu aktifitas. Apalagi menjelang tidur, bisa-bisa subuh mata saya baru bisa terpejam. Entah apa yang salah dengan gigi saya padahal setidaknya dalam sehari saya rutin menggosok gigi dua kali sehari (walau kadang-kadang hehehe). 
Meskipun saya pernah merasa sakit gigi tapi sakit yang kali ini terasa beda dan cukup mengganggu, Meskipun begitu saya memang tipe orang yang enggan pergi ke dokter. Bukan karena takut akan jarum suntik atau lainya, tapi lebih pada rasa malas beranjak ke tempat yang disebut Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan sebagainya. Selain itu, prilaku kebiasaan membiarkan rasa sakit selama ini sering saya lakukan. Saya selalu berfikir penyakit nantinya bakal sembuh sendiri.

Tapi kali ini berbeda, rasa sakit ini sangat mengganggu, dan saya takutkan akan bertahan lama. Padahal minggu ini saya diharuskan melakukan pekerjaan dinas keluar kota yang sangat membutuhkan kosentrasi. Akhirnya setelah berkali-kali istri menasehati dan membujuk untuk ke dokter saya pun luluh juga. Okelah kali ini saya pergi ke dokter, untuk sekedar memeriksakan gigi saya. 

Seperti biasa sebelum melakukan aktifitas yang menurut saya menarik, saya selalu berselancar dahulu di dunia maya. Kenapa saya sebut menarik? Karena saya hampir lupa kapan terakhir kali ke dokter gigi. Hm... mungkin ketika saya masih di sekolah dasar (SD). Kali ini topik yang saya cari di Mbah Google seputar tempat pemeriksaan gigi yang recommended di seputaran Jakarta Barat. Nah, hasil yang keluar dari pencarian saya yang teratas adalah Puskesmas. What? Kok bisa Puskesmas, ternyata banyak blogger yang menulis tentang cerita mereka seputar dokter gigi, problem gigi dan sebagainya, dan yang paling utama soal biaya berobat di Puskesmas lebih ringan dibandingkan tempat lainya. Maklumlah karena Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan masyarakat yang disubsidi pemerintah.

Singkatnya, saya memutuskan untuk pergi ke Puskesmas. Kebetulan daerah saya dekat dengan salah satu Puskesmas yang banyak direkomendasikan teman-teman blogger. Sesampainya disana ternyata antriannya begitu penuh. Hampir mirip pasar, tapi dengan suasana bersih dan kelihatanya cukup nyaman walau sedikit terasa panas. Untuk melakukan proses regestrasi atau pendaftaran saya membutuhkan waktu sekitar 30 menit menunggu antrian, cukup lumayan juga untuk aktifitas yang dinamakan menunggu hehehe.

Selesai pendaftaran saya segera menuju Poli Gigi, disini kembali harus antri, mungkin waktu saya ngantri di bagian ini juga hampir sama sekitar 30 menitan, dan akhirnya saya di panggil untuk melakukan proses pemeriksaan. Ternyata saya ditangani oleh Ibu Dokter, eh mungkin blum pantas disebut Ibu, pantasnya disebut Mba Dokter. Usianya mungkin sekitar 26-27 tahun dengan perawakan Chinese dan kulit putih. 

Dengan sopan Mba Dokter menanyakan keluhan sakit yang saya rasakan dan meminta saya duduk di kursi yang di desain khusus untuk pasien. “Wah, mas ini si bengkak,” ujar sang dokter. “Tapi bengkaknya dibawah gigi yang banyak karangnya, bisa jadi bengkak ini akibat karang yang sudah menumpuk, saya bersihkan karangnya ya” ucap lagi.

Mba Dokter pun melakukan pembersihan karang gigi dengan menggunakan alat yang mungkin disebut Ultra Sonic, alat yang cukup canggih untuk pelayanan masyarakat sekelas Puskesmas. Namun sayangnya Puskesmas ini tidak menerima permintaan perbersihan karang secara utuh. Mereka hanya membersihkan seperlunya saja. Jadi saya pun disarankan untuk datang ke dokter praktek yang benar-benar melayani pembersihan karang. 

Setelah sekitar lima belas menit saya diperiksa Mba Dokter pun diberikan secarik kertas yang berisi diagnosa dan obat yang diberikan kepada saya. Nah, ketika saya memberikan kertas itu kepada kasir dan dihitung total tagihan pemeriksaan saya saat itu adalah Rp 7ribu, ya hanya segitu. Kaget juga si ternyata berobat di puskesmas benar-benar murah. Istri saya yang sedari tadi menemani sampai-sampai menggerutu “Kalau tahu bayarnya cuman segitu tadi ngga usah aja ambil uang sampe ratusan ribu di ATM,” ujarnya. 

Keluar dari puskesmas saya dan istri kembali berdiskusi, intinya kami sudah tahu bahwa penyebab gigi saya cenat-cenut adalah karang yang menumpuk. Memang si saya sendiri agak terganggu dengan karang-karang gigi tersebut. Akhirnya kami putuskan untuk pindah ke rumah sakit, kebetulan di dekat situ ada sebuah rumah sakit swasta yang cukup dikenal dan kebetulan juga rumah sakit tersebut mengcover asuransi yang saya pakai. 

Singkatnya ketika sampai di RS tersebut kami melakukan regestrasi pasien sama seperti di pusat pelayanan kesehatan lainya. Bedanya, di rumah sakit ini kita diberikan pilihan siapa dokter yang ingin menangani kita. Berhubung memang saya tidak kenal para dokternya saya pun meminta beberapa nama, dan dengan asal saya memilih salah satu nama dokter yang mereka sodorkan, Dari namanya terlihat seperti nama seorang perempuan. 

Selesai regestrasi saya diminta langsung menuju ruang tunggu yang tepat berada di depat ruang praktik sang dokter. Tidak begiru ramai, namun dokter yang saya pilih kelihatanya sedang menangani pasien. Cukup lama saya menunggu sang dokter, mungkin sekitar satu jam. 

Setelah pasien yang dia tangani keluar saya pun dipersilakan masuk. Ada dua orang di dalam ruangan itu. Satu adalah seorang dokter yang saya pilih dengan perawakan yang putih keturunan, mungkin usianya sekitar 32-33 tahun. Selain itu juga ada seorang pria yang saya duga adalah seorang perawat dengan usia sekitar 25 tahun.

Dokter pun menanyakan soal keluhan sakit saya, tanpa basa-basi saya menjawab akan melakukkan pembersihan karang gigi. Saya pun dipersilakan menuju ke kursi pasien. Sejenak saya perhatikan kursi ini kelihatan lebih canggih dan modern dari kursi pasien di Puskesmas. Selain itu peralatanya pun terlihat lebih memadai.

Butuh waktu sekitar satu jam bagi bu dokter dan perawatnya membersihkan karang gigi saya. Waktu yang cukup lama saya pikir, bayangkan saja, selama itu pula saya harus membuka mulut saya dan dimasuki berbagai alat pembersih karang hehehe.

Selesai melakukan pembersihan dokter pun memberikan kertas resep dan diagnosa kepada saya untuk diserahkan kebagian administrasi. Mau tau berapa biaya pembersihan karang gigi saya? Lumayan juga biayanya, sekitar Rp 850ribu. Sebuah nilai yang bikin kaget, maklumlah itu pertama kalinya saya tahu biaya scalling gigi. Biaya Rp 850ribu itu sudah termasuk regestrasi pasien, biaya pembersihan karang gigi, hingga biaya obat.

Lalu apakah saya harus membayarnya? Alhamdulillah saya tidak mengeluarkan biaya sepeserpun. Ternyata seluruh tagihanya sudah dicover melalui asuransi yang saya miliki. Owh ya asuransi itu merupakan asuransi dari kantor dan baru kali ini saya menggunakanya. Hampir tiga tahun menggunakan asuransi dari tempat saya bekerja belum pernah satu kalipun saya gunakan untuk berobat. Dan karena sakit gigi inilah saya baru tahu betapa berharganya asuransi hehehe.

Secara keseluruhan saya puas dengan hasil kerja dokter yang menangani saya, setidaknya dengan pembersihan karang gigi membuat lebih percaya diri. Sesuai kata pepatah, ada harga ada kualitas.
Pesan saya bagi teman-teman pastikan mengecek kesehatan gigi kalian yah, sesuai anjuran dokter minimal 6 bulan sekali. Jika ada karang yang menumpuk segeralah menuju dokter gigi atau pusat kesehatan terdekat untuk dibersihkan. Ingat sehat itu mahal, jangan tunggu dan jangan sampai telat.


Read »

8/22/2016

Ke Ancol Naik Busway, Siapa Takut?



Yank pengin ke pantai
, itulah rengekan istri akhir minggu lalu. Agak bingung kalau berbicara pantai di ibukota, paling banter Pantai Ancol atau Pantai Indah Kapuk, Dua tempat yang sebenarnya belum pernah saya kunjungi hehehe. Ancol mungkin pernah lah saya datangi, tapi itu dulu waktu jaman masih sekolah dasar (SD) sudah lama sekali yah, Pantai Indah Kapuk apalagi, nyaris belum pernah berkunjung sama sekali. Jujur hampir lebih dua tahun ini berada di Jakarta saya jarang pergi kemana-mana kecuali untuk liputan atau urusan pekerjaan (baca: kurang piknik). Maklumlah energi sudah habis terkuras selama weekdays. Alhasil, saya lebih banyak memilih istirahat di kost ketika weekend. Sekalinya pergi paling hanya ke tempat saudara.

Pantai Ancol, Wisata Murah Meriah.
Okelah, setelah berjelajah di dunia maya mencari referensi pantai di ibukota pilihan kami jatuh pada Taman Impian Jaya Ancol, mungkin ini satu-satunya tempat yang paling dekat. Nggak mungkin juga saya ajak istri jalan-jalan ke kawasan pantai atau pulau reklamasi hehehe. Untuk menuju Ancol, kami memilih transportasi umum. Saya salah satu orang yang lebih suka menggunakan trasportasi umum jika berpergian di ibukota. Tapi transportasinya mesti memadai dan recommended ya. Pilihan pun jatuh pada transportasi murah meriah, apalagi kalau bukan Transjakarta atau yang lebih familiar disebut busway. Langkah pertama yang saya lakukan adalah menunggu angkot 09, lho kok angkot? Iya, karena untuk menuju halte busway terdekat saya dan istri harus menaiki angkot. Owh ya, tempat tinggal kami di Jakarta berada di kawasan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk. Jadi halte terdekat dari kami adalah Halte Kedoya Gren Garden. Tapi ada yang unik ketika kami sedang menunggu angkot, tiba-tiba ada sebuah bajaj mendekat dan menawarkan diri untuk di tumpangi. "Bajaj mas," ungkap si supir kendaraan roda tiga tersebut. Dengan sopan kamipun menolaknya, namun si supir kembali berkata, "gratis ko mas, ayo saya antar, mau kemana?,” ucapnya lagi. Seketika saya baru ingat dengan sebuah artikel yang pernah saya baca, dalam rangka menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke 71  memang hampir seluruh bajaj berbahan bakar gas (BBG) mengeratiskan penumpangnya hingga beberapa hari. Hm..lumayan gratis hehehe.

Narcis di bajaj gratis

Singkat crerita saya dan istri pun menaiki kendaraan yang kini identik berwarna biru tersebut. Dengan ramah pak supir menyapa kami dan bercerita tentang bajajnya yang gratis itu. Tanpa terasa kami telah sampai di Halte Kedoya Gren Garden, sambil turun tak lupa kami pun mengucapkan terimakasih. Nah, dari halte inilah perjalanan ngebolang kita dimulai, Halte Kedoya Gren Garden berada di jalur koridor delapan yang melayani Harmoni-Lebak Bulus, itu berarti kami harus transit di Central busway Harmoni dan berpindah jalur.

Berhubung weekend jadi suasana bus tidak terlalu ramai. Sesampainya di Halte Harmoni kamipun bergegas pindah jalur, kali ini kami menaiki bus koridor dua yang melayani Harmoni-Pulogadung dengan tujuan trasit Halte Pasar Senen. Nah, bus dari Pasar Senen inilah yang akan mengantar kami ke Halte Taman Impian Jaya Ancol. Kalau dihitung kalkulasi waktu perjalanan dari Halte Kedoya Gren Garden ke Ancol dengan menggunakan busway mungkin sekitar 1-1,5 jam perjalanan. Cukup lumayan juga yah, tapi itu tidak terasa apalagi jika sudah menikmati udara laut Jakarta bareng istri hehehe.

Halte Busway Ancol

Pintu masuk ancol yang terhubung langsung dengan halte busway

Halte Ancol dan Bus Wara-Wirinya.
Sesampainya di halte busway Ancol anda tidak usah bingung, halte ini langsung terintegrasi dengan loket masuk Taman Impian Jaya Ancol. Kita harus membayar tiket dengan harga Rp 25ribu, itu hanya tiket masuk Ancol lho, kalau mau ke tempat rekreasi di dalamnya seperti Dunia Fantasi atau Atlantis tentunya kita mesti keluar uang lagi. Nah ketika masuk kawasan ancol, bagi anda yang tidak membawa kendaraan seperti kami tidak usah bingung, di Ancol ada bus yang selalu siap sedia mengantar para pengunjung ke berbagai wahana dengan gratis.

Halte bus wara-wiri

Peta jalur bus wara-wiri

Nama busnya wara-wiri, bus ini dibagi menjadi dua rute yaitu rute selatan dan rute utara. Sebelum menaiki bus pastikan teman-teman membaca rute perjalanan bus wara-wiri di peta yang telah tersedia ya. Karena tujuan kami sedari awal adalah ke pantai maka bus yang akan kami gunakan adalah bus rute utara, tapi untuk bisa menjangkau bus ini kita harus naik bus rute selatan dulu karena halte bus wara wiri yang dekat dengan halte Transjakarta hanya dilewati oleh bus rute selatan. Nantinya kita turun di halte Danau Monumen untuk melanjutkan perjalanan dengan bus rute utara.

Bus wara-wiri yang siap mengantar pengunjung

Nah bus rute utara ini akan mengantar kita ke beberapa pantai seperti Pantai Marina, Pantai Indah, dan Pantai Festival. Kalian tinggal pilih deh mana pantai yang ingin di kunjungi, saya sarankan datang semua pantai mumpung lagi liburan hehehe. Jadi bagi anda yang ingin berlibur ke pantai di Jakarta, Ancol menjadi salah satu wisata murah meriah. Jadi selamat berlibur teman-teman !!!




Read »

8/18/2016

SYMA Drone untuk Pemula

Di era perkembangan teknologi seperti saat ini keberadaan pesawat tanpa awak atau yang biasa disebut drone memang bukan suatu yang aneh lagi. Mulai dari kalangan militer, jurnalis hingga masyarakat biasa bisa menggunakan drone untuk melakukan pemotretan udara. Maka tidak heran jika saat ini banyak toko-toko penjual drone mudah ditemui.

Lalu bagaimana dengan harga drone itu sendiri? mahal kah?, ternyata tidak semua harga drone mahal. Memang untuk drone dengan standar profesional mungkin harganya terbilang menakjubkan bagi kalangan biasa yang berniat menggunakan drone hanya sebagai hobi,  tapi jangan salah di pasaran sana masih banyak drone  dengan harga terjangkau, salah satunya drone dengan merek Syma asal Tiongkok. 


Drone ini dibuat untuk kalangan pemula, maka tidak heran harganya masih relatip ringan alias tidak membuat kantong jebol. Di pasaran harga drone Syma berkisar  1-2 juta rupiah saja. Harga ini tentu jauh dari harga pasaran pesawat tanpa awak dengan standar profesional.

Berikut video liputan saya mengenai drone Syma.



Saya pun pernah menggunakan drone ini sebagai alat belajar sebelum menggunakan drone harga profesional, berikut videonya.




Nah buat yang ingin belajar dengan Syma, saya siapkan video liputan mengenai tutorial terbang menggunakan drone asal negeri tirai bambu ini.




Jadi tidak ada alasan lagikan untuk rekan-rekan mulai belajar menggunakan drone. SELAMAT TERBANG !!!
Read »

8/10/2016

Newmont Bootcamp


Yuk simak video keseruan kami di area tambang Batu Hijau PT Newmont Nusa Tenggara Barat dalam kegiatan Newmont Bootcamp 2016.




Episode 1




Episode2

Read »

2/24/2016

Lawar, Pantai Perawan di Sumbawa Barat



Lelah dan letih itu yang dirasakan memasuki hari kelima kegiatan Newmont Bootcam 2016 yang saya ikuti. Sekedar informasi Newmont Bootcam merupakan suatu kegiatan yang digagas PT Newmont Nusa Tenggara sebagai bentuk sosialisasi bagaimana perusahaan tersebut bekerja. Mungkin juga untuk mengkarifikasi setimen negatif masyarakat mengenai tambang selama ini.

Tapi sudahlah, bukan itu yang akan saya bahas dalam tulisan kali ini. Mungkin soal Newmont Bootcam akan saya bahas lain kali. Sesuai judul diatas saya akan bercerita mengaenai Pantai Lawar, sebuah objek wisata tersembunyi yang belum begitu dikenal. Pantai Lawar masuk kedalam wilayah sekongkan Bawah, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.

Akses untuk menuju tempat ini bisa dibilang gampang-gampang susah. Saya sarankan sebaiknya wisatawan yang hendak berkunjung ketempat ini membawa kendaraan pribadi, maklum saja jangankan menuju Pantai Lawar, menuju Desa Sekongkang pun tidak ada sarana transportasi umum. Kalaupun ada itu berupa ojek motor.

Jalan menuju ke area ini hanya bisa dilalui oleh satu mobil, dan anda pun harus berhati-hati karena kondisi jalan yang berlubang dan bahkan rusak parah. Sesampainya disana anda jangan heran, di bibir-bibir pantai akan ada beberapa sampah berserakan, sampah tersebut terbawa arus laut hingga ke pantai. Ternyata masyarakat kita masih "katrok" suka buang sampah dilaut.

Selain itu akan banyak ranjau darat (Baca: kotoran sapi) berserakan dimana-mana. Ada dua alibi yang kuat kenapa banyak sapi-sapi di kawasan tersebut, yang pertama mayoritas masyarakat Sumbawa Barat melepas bagitu saja hewan ternaknya berkeliaran di berbagai tempat mulai dari hutan, pemukiman warga hingga ke objek wisata. Mereka kadang baru mencari hewan ternaknya satu, dua atau bahkan tiga bulan kemudian.

Kedua kawasan Pantai Lawar merupakan pantai kosong tanpa hiburan dan aktifitas apa-apa, ini yang saya sebut perawan. Maka tidak heran jika sapi-sapi ternak warga hilir-mudik seenaknya di kawasan tersebut.Tapi jangan bayangkan kotoran sapinya, bayangkan saja pantai dengan kehengingan alamnya, hanya suara deru ombak yang membahana memecahkan heningnya.

Pantai lawar ini diapit oleh dua buah bukit yang lumayan beasar, berpasir putih dan airnya berwarna biru dan hijau. Desiran ombak yang tenang membawa syahdu tersendiri. Memang pantai yang cocok untuk menyendiri. Jangan harap menemukan penjual makanan, sekali lagi ini pantai masih perawan. Jadi bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke pantai ini harap membawa bekal secukupnya dan dilarang membuang sampah sembarangan di daerah ini.

Meski terbilang masih sepi, ternyata pantai ini kerap kali disambangi oleh para turis asing, mereka umunya penggemar olahraga air seperti snorkeling maupun diving. Saya beberapa kali sempat berpapasan dengan para turis asing di kawasan Desa Sekongkan. Mereka berbaur bersama masyarakat disana.

Sejatinya Indonesia atau Provinsi Nusa Tenggara Barat pada khususnya memiliki potensi alam yang begitu luar biasa. Potensi ini harus dikembangkan guna mendorong kreatifitas masyarakat sekitarnya. SALAM VISIT INDONESIA.
Read »

11/15/2015

Menengok Gelaran AJI Festival 2015





Gelaran AJI Festival 2015 /Gilang Akbar
Jakarta: Memperingati hari jadi yang ke 21, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengelar serangkaian acara jurnalis dengan tema cerdas memilih media. Acara yang berlangsung di Universitas Atmajaya, Jakarta ini berlangsung mulai dari 14-15 November 2015.

Guna lebih mengengenalkan dunia jurnalis kepada khalayak luas beberapa kegiatan pun di laksanakan mulai dari workshop menulis blog, lomba penulisan berita kreatif hingga talkshow presenter bersama beberapa presenter nasional seperti Najwa Sihab dari Metro TV hingga Aiman Wicaksono dari Kompas TV.

Selain itu kegiatan ini juga dimeriahkan oleh stand-stand stasiun tv nasional hingga internasional. AJI di beberapa daerah pun tidak mau kalah, mereka turut hadir mendirikan stand yang menampilkan ciri khas daerahnya masing-masing.

Salah satunya AJI wilayah Yogyakarta yang hadir dengan tema 'Jogja ora di dol' di stand mereka, hal tersebut merupakan kritikan kepada pemerintah setempat atas maraknya pembangunan pusat perbelanjaan modern dan hotel di kota pelajar tersebut.

Stand AJI daerah/ Gilang Akbar

Stand AJI Kota Yogyakarta/ Gilang Akbar

Stand AJI Kota Yogyakarta/ Gilang Akbar


Lain lagi dengan AJI Kota Semarang, mereka membuka stand dengan berbagai surat kabar lama. Menurut penjaga stand Isman, surat kabar tersebut didapat oleh teman-teman jurnalis ketika melakukan peliputan.

Stand AJI Kota Semarang/ Gilang Akbar

Surat kabar lama di Stand AJI Kota Semarang/ Gilang Akbar


"Umumnya teman-teman dapat ketika melakukan peliputan mas, dari simbah-simbah," ungkap pria yg juga salah satu wartawan dari harian media cetak yg berbasis di Jawa Tengah. (INDEPENDENT)
Read »

Copyright © ABANG BERKACAMATA

Designed by